Sunday, October 16

Petuah KH. Mahsun Masyhudi pengasuh PP Mamba'ul Ihsan

Beliau adalah air terjun yang menggelontorkan ribuan liter air, sedangkan saya hanya cangkir yang pontang panting menahan diri agar tidak retak digerojok curahan airnya.


almaghfurlah
KH. Mahsun Masyhudi
dan Gus Rijal Mumaziq z
Beliau adalah KH. Mahsun Masyhudi, pengasuh PP. Mamba'ul Ihsan, Banyu Urip, Ujung-pangkah, Gresik. Berikut ini adalah beberapa pelajaran dan petuah yang saya dapatkan saat sowan beliau bersama kakang ady, September 2013:

"Kalau curhat langsung saja kepada Gusti Allah, bangun malam, munajat, pasti ada jawaban dari-Nya. Dialah yang menggerakan hati."

"Keikhlasan itu menembus ruang dan waktu. Sirt-nya orang ikhlas itu dikerumuni dan dicintai banyak orang dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda."

"Addien itu sebagai nilai, esensi. Addunya itu materi. Kita ruku'-sujud yang kita raih adalah subtansi. Begitu pula setiap melakoni pekerjaan, niatkan sebagai ibadah. Selanjutnya jangan meremehkan profesi seseorang, sebab kita tidak tahu, jangan-jangan yang kita rendahkan itu waliyullah. Husnudzdzon."

"NU ibarat pohon. Ulama adalah akarnya. Birokrat, teknisi, umara' adalah batang pohonnya. Unat adalah dahan dan ranting. Akar harus menghujam bumi. Jika akar terlampau rapuh dan malah mencuat ke atas, ambruklah pohon itu."

"Seandainya pesantren ini bubar sepeninggal saya, saya tak kecewa, karena saya telah berusaha mengukir sejarah saya saya sendiri. Giliran panjenengan yang muda-muda yang harus menorehkan sejarah panjenengan sendiri."

"Ya nggak usah membenci orang yang membenci diri kita maupun membenci lembaga pendidikan kita. Mungkin mereka belum pahan dengan konsep kita. Terus saja melakukan perjuangan. Ini ujian. Jika bisa melewati ujian ini, sudahlah, Allah bakal mengirim santri dari daerah lain."

"Ya nggak usah membenci orang yang membenci diri kita maupun membenci lembaga pendidikan kita. Mungkin mereka belum paham dengan konsep kita. Terus saja melakukan perjuangan. Ini ujian. Jika bisa melewati ujian ini, sudahlah, Allah bakal mengirim santri dari daerah lain."

"Hidup itu kan untuk terus berproses meningkatkan kualitas pribadi kita. Terus berproses menjadi lebih baik. Jangan mengannggap diri kita ini SUDAH BAIK, apalagi menganggap diri LEBIH BAIK DARI PADA ORANG LAIN. Bahaya."

"Tempat Wudlu untuk 'sesucen' itu biasanya dekat dengan peceran (selokan). Maksudnya apa? Jadi, di sekitar ponsok, yang suka sama pondok biasanya juga orang-orang disekitarnya. Itupun hanya segelintir saja. Ya begitulah hidup. Leres mboten?"

*

Saat muda, beliau tiga tahun nderek sebagai abdi ndalem KH. A. Juwaini Nuh, Tertek Pare Kediri. Kemudian di ndalem Mbah Ma'shum Lasem selama tiga tahun pula. "Saya tidak bisa ngaji kitab saat itu. Hanya nderek yai," kata beliau dalam suatu kesempatan.

Hingga pada saat memijat kaki Mbah Ma'shum, Mashum muda diminta pulang. "Sudah cukup kamu disini. Sudah saatnya kamu pulang." Dawuh Mbah Ma'shum.

Mahsun muda hanya diam, bingung karena sejujurnya ia masih ingin mengabdi di ndalem Mbah Ma'shum. "Sekarang, kamu sudah kuizinkan mengajar kitab. Apapun fan-nya." Lanjut Mbah Ma'shum.

Mahsun muda tambah bingung. Hanya saja ia melaksanakan titah gurunya.

"Lha, ndilalah, biidznillah dan dengan barokah do'a Mbah Ma'shum, saya yang awalnya sulit baca kitab kok mulai lancar dan mudah memahami apa yang saya baca dan yang akan saya sampaikan yaa. Percaya atau tidak demikian adanya. Logika anak-anak muda sekarang mungkin sulit memahami proses ini, tapi ini yang saya rasakan," kata beliau sambil terkekeh ringan.

Saat ini selain 'mbalah' al-hikam, kiyai Mahsun juga mengajar Ihya' Ulumiddin dan mengaji Kutubu Sittah secara kontinyu. Setiap hari, beliau keliling desa.

Selain menberi pengajuan kepada masyarakat, kiyai Mahsun juga mendorong agar di setiap desa didirikan sebuah pesantren, minimal MTs atau Madrasah Diniyah. Bukan hanya mrmberi dukungan saja, melainkan secara rutin beliau mendampingi proses pembangunannya dan memberi pengarahan.

"Pondok, MTs, atau Madrasah Diniyah itu Benteng. Kalau tidak ada, berarti tak ada pertahanan. Bisa jebol dengan gampang. Kasihan nasyarakat." Kata beliau suatu ketika.

"Ini strategi. Ya mirip strategi pasar. Semakin banyak penjual atau toko, semakin banyak pula calon pembeli yang tertarik datang. Demikian pula dengan adanya pesantren di setiap desa. Makin banyak pula orangtua yang tertarik memondok-kan anaknya, karena banyak pilihan pesantren.

Uniknya, saat mengajar dan mendapati santrinya tertidur, kiyai Mahsun hanya melirik sekilas, tersenyum, lalu mrlanjutkan pengajiannya kembali.

Gus Atho', putranya, ptotes, "pripun to, bah, kok lare-lare mboten ditegur?"

"Lha wong aku ini ngaji untuk BELAJAR, juga untuk mengamalkan ilmu. Lha arek-arek santri itu kan yang MEMBANTU saya mengaji. Ya, aku ini harus berterimakasih kepada mereka." Jawab wakil Rais Syuriah PCNU Gresik ini, enteng.

**

KH. Mahsun Nasyhudi, ulama bijak ini, wafat menjelang shalat tahajjud, sabtu dinihari, 27 Ramadhan 1437 H/ 3 Juli 2016.
Lahul Fatihah...

Sumber: Gus Rijal Mumaziq Z


0 komentar

Post a Comment